Timnas Senior Bermain Tanpa Hati


 Bambang Pamungkas (Bepe) memang layak menyandang ban kapten Timnas Senior. Striker berusia 31 tahun ini memiliki horison yang luas dan matang mengenai sepakbola Tanah Air. Meskipun hanya berpendidikan SMA, Bepe fasih berbahasa Inggris, dan memiliki wawasan yang luas sehingga menjadi kunci membuka jendela mentalnya.
Orang ramai menuding Wim Rijsbergen ketika Timnas Senior kalah pada semua laga kualifikasi Pra Piala Dunia 2014, Bepe bersuara lain. “Saya menolak setiap pihak yang menyalahkan pelatih. (Kekalahan ) ini adalah kesalahan kami semua pemain, Pak Djohar Arifin, bersama PSSI,” katanya, usai dilumat Timnas Iran 1-4, Selasa (15/11).
Memang mengenaskan menilik kekalahan demi kekalahan dialami Timnas Senior saat ini. Padahal publik sangat rindu kesebelasan nasionalnya mampu berbicara di level tinggi. Nyaris juara pada piala AFF kemarin, Timnas harus mengakui kampiun Malaysia yang layak menduduki juara.
Kinerjanya semakin buruk beriringan dengan kemelut dalam kepengurusan lama dan transisi ke kepengurusan baru PSSI. Bahkan justru dalam kepengurusan baru (Djohar Arifin) kompetisi malah mandek, dan ini yang membuat pelatih Wim sulit memilih pemain yang teruji.
Kompetisi yang dinyatakan resmi oleh PSSI (Djohar Arifin) adalah Indonesian Premiere League (IPL), sedangkan para pemegang saham PT Liga Indonesia (lama) berkeyakinan pengurus sekarang melanggar statuta yang dibuatnya sendiri. Yaitu memasukkan enam klub bukan dari Divisi Utama ke kasta tertinggi sepakbola. Mereka, kabarnya, mendukung pelaksanaan Indonesia Super League.
Kemelut di tubuh PSSI dan tidak jalannya kompetisi, bukan saja membuat Wim yang puyeng. Para pemain senior juga gundah mengenai masa depannya sebagai pemain profesional. Mereka sangat berharap roda kompetisi berputar dan mereka dibayar sesuai bunyi kontrak kerjanya.
Pada saat kompetisi berjalan lancar pun, masih banyak klub yang telat membayar kewajiban kepada para pemainnya. Apalagi kalau kompetisi belum atau tidak berjalan? Dari mana asap mengepul di dapur mereka?
Penulis pernah berbincang dengan almarhum Ronny Pattinasarany dan Risdianto, keduanya bekas pemain Timnas dari klub Warna Agung. Mereka mengkonfirmasikan, kondisi psikis dan mental pemain sangat berpengaruh terhadap kinerja di lapangan.
Mereka mengambil contoh, ketika kompetisi Liga Sepakbola Utama (Galatama) mulai bergulir pada 1978, gaji yang diterima tidak setinggi pemain sekarang. “Tapi kami terima uang dari klub Warna Agung, rasanya sudah cukup. Dan kami bekerja di pabrik cat Warna Agung. Itu yang membuat kami tenang, “ kata Ronny suatu ketika.
Kehidupan pemain sepakbola profesional sekarang tentu lain dengan masa Ronny Patti dan Risdianto. Tuntutan kehidupan pemain tahun ‘70-‘80an juga sangat berbeda dengan pemain sekarang.
Kabarnya Bepe mengantongi kontrak Rp 1,2 miliar per tahun di Persija (versi Ferry Paulus) yang jauh lebih tinggi daripada “uang saku” dari PSSI. Dampaknya, para pemain senior tidak bisa berkonsentrasi dengan baik ketika bermain, meskipun menyandang predikat pemain nasional dan kostum yang disemati badge “Garuda”.
Namun perlu digaris bawahi, bahwa kontrak sebesar itu hanya untuk satu musim kompetisi saja. Untuk musim berikutnya, pemain mesti negosiasi ulang kontrak dengan manajemen klub. Bisa diperpanjang, bisa pula disudahi. Ini yang membuat pemain selalu was-was.
“Pemain sekarang sulit bermain lepas dan all out. Kalau bermain ngotot takut dicederai lawan, dan takut tidak dipakai lagi atau tidak diperpanjang kontraknya,” kata Risdianto. Beban psikis seperti ini pada’70-‘80an tidak banyak menekan pemain, sehingga mereka bisa bermain sepenuh hati .
Maka, kepengurusan Djohar Arifin, mengajukan syarat, kontrak pemain klub peserta IPL minimal harus tiga tahun. Apa lacur? Ketentuan ini ternyata berubah dari wajib menjadi suka-suka klub. Karena itu pemain yang kenyang pengalaman seperti Bambang Pamungkas menjerit di Twitternya: “Main bola waktu saya muda dulu rasanya lebih enak. Gak ada beban seperti sekarang.”
Apakah mungkin beban mental para pemain Timnas Under 19 dan Under 23 sekarang sama seperti yang dialami Bepe dulu, sehingga mereka bermain lebih bagus dan sistematis daripada para seniornya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar