Djohar Arifin dan reformasi sepak bola Indonesia

Kebijakannya dalam menata ulang sistem kompetisi sepak bola Indonesia terus digugat. Bahkan dia diancam akan diturunkan dari kursi Ketua Umum PSSI. Tapi Djohar Arifin bersikukuh: penataan itu demi kemajuan sepak bola Indonesia.
"Reformasi sepak bola Indonesia harus dilanjutkan," tegas Ketua Umum PSSI Djohar Arifin, dalam wawancara khusus dengan BBC Indonesia, di salah-satu ruangan Kantor Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, hari Kamis (22/9) lalu. Djohar menanggapi gugatan sejumlah anggota PSSI terkait keputusan mereka menggabungkan sejumlah klub peserta Liga Primer Indonesia, LPI, ke dalam Liga Super Indonesia.

"Ini tindakan bagus dari LPI, yang melebur (ke kompetisi Liga Indonesia). Semangat ini perlu kita dukung," tandas Djohar, bersemangat. Menurutnya, keberadaan LPI sejak awal merupakan alat untuk perubahan. "Karena mereka membangun sepak bola tanpa APBD." Tetapi keputusan ini, seperti yang disuarakan para penentangnya, dipandang terlalu gegabah dan melanggar aturan organisasi yang menaungi cabang olahraga terbesar itu.

Kekecewaan para penentangnya itu bahkan memunculkan gagasan untuk menggelar kongres luar biasa, untuk mengganti Djohan Arifin. Dalam wawancara yang berlangsung sekitar satu jam itu, Djohar menjawab semua pertanyaan BBC Indonesia, mulai soal penggabungan LPI, pembinaan pemain muda, hingga 'pembelaannya' terhadap pelatih tim nasional asal Belanda Wim Rijsbergen.

Mantan pemain PSMS Medan ini (1973-1976) juga sempat mengungkap 'kelemahan' Alfred Riedle, mantan pelatih timnas, yang membuatnya akhirnya dipecat PSSI.

Menyelamatkan LPI
Keputusan PSSI menyertakan 24 klub dalam kompetisi Liga Indonesia 2011/2012, dipertanyakan beberapa peserta kompetisi itu sendiri, karena dianggap memberatkan para peserta kompetisi. Mantan pelatih timnas Indonesia Benny Dollo kepada BBC Indonesia mengatakan, keputusan itu "sangat menyulitkan klub."

"Karena kita harus bertanding sebanyak 46 kali pertandingan, dengan 20 orang pemain dan anggaran Rp20 milyar, itu tidak akan cukup," kata Benny Dolo. Apalagi menurutnya, sistem kompetisi tetap dibuat terpusat, dan tidak dibagi menjadi dua wilayah. "Ini makin berat, apalagi tidak ada lagi dana dari APBD."

Dari 24 klub peserta, terdapat beberapa klub yang disaring dan ditunjuk oleh PSSI. Klub-klub ini dahulunya bergabung dengan kompetisi 'tandingan' bernama Liga Primer Indonesia, LPI, yang membuat mereka dihukum oleh PSSI di masa kepemimpinan Nurdin Halid. Belakangan, para penentang 'peleburan' klub-klub LPI ini kemudian menuduh penyertaan 24 klub dalam Liga Indonesia 2011/2012, agar Djohan Arifin dapat menyelamatkan LPI yang dulu disokong oleh pengusaha Arifin Panigoro.

Tetapi Djohan Arifin menyebut peleburan LPI ke Liga Indonesia adalah sebuah berkah. "LPI itu adalah satu alat untuk perubahan," kata Djohar yang mengaku didukung oleh Arifin Panigoro saat terpilih menjadi Ketua Umum PSSI dalam kongres luar biasa di Solo, Juli lalu. "Karena mereka membangun sepak bola tanpa APBD. Ini angin segar, karena klub-klub di Indonesia semua bangkrut," kata mantan Sekjen KONI periode 2003-2005 ini. Menurutnya, gagasan kompetisi tanpa mengandalkan uang APBD sudah digulirkan lama, yang kemudian diwujudkan melalui LPI.

Sebagai salah-satu agenda perubahan sepak bola Indonesia, menurut Djohar, maka gagasan kemandirian itu harus dilanjutkan. "Maka (ketika) LPI menyatakan mendukung dan melebur, ini tindakan bagus. Semangat ini perlu kita ikuti dan dukung," kata peraih gelar Doktor bidang perencanaan kota dan wilayah, di Universiti Malaya, Malaysia ini. "Seperti reformasi di negara kita yang harus dikawal, jadi 'bayang-bayang' LPI (harus) tetap ada untuk mengawal reformasi, jangan sampai cita-cita pembaharuan itu tidak terjadi," jelas lelaki kelahiran 1950 ini. "Reformasi harus berlanjut di sepakbola Indonesia," tambahnya.

Teringat Alex Ferguson
Ketika terpilih sebagai Ketua Umum PSSI, sebagian besar orang tidak pernah memperhitungkan sosok Djohar Arifin. Namanya mulai disebut, ketika bakal calon ketua umum Arifin Panigoro serta wakilnya George Toisutta memastikan tidak maju, setelah PSSI tetap menolak mereka.

Djohar sendiri mengaku didukung sepenuhnya oleh Arifin Panigoro. "Saya pun tidak berencana (ikut pemilihan Ketua Umum PSSI)," katanya. "Tapi kelompok-kelompok yang ingin perubahan atau reformasi, kemudian melihat tokoh lain, yaitu saya."
"Karena saya juga berikan konsep perubahan sepakbola ke depan," katanya lagi. Djohar sendiri menyebut jabatan orang nomor satu di organisasi yang menaungi sepak bola Indonesia ini sebagai "tugas ini berat, karena semua ingin sepak bola Indonesia maju."

"Dan semua ingin suaranya didengar, jika bicara sepak bola." Dalam situasi seperti, dosen teladan tingkat nasional 1985 ini teringat ucapan manajer klub Manchester United, Alex Ferguson. "Jika kau urus bola, siapkan programmu, laksanakan program, dan kemudian tutup kupingmu.... Ha-ha-ha-ha..."

Namun tambahnya, "Tapi di Indonesia, nggak boleh tutup kuping, kita laksanakan program, ada ide, saran orang baik, kenapa tidak. Jadi kita harus laksanakan itu, walaupun gedoran, walaupunmacam-macam, tapi Insyah Allah, badai pasti berlalu."

Rijsbergen bukan pesulap
Kekalahan timnas Indonesia saat berlaga melawan Bahrain di Gelora Bung Karno tempo hari, berujung pada kericuhan antara pelatih Wim Rijsbergen dan beberapa pemain. Bahkan kericuhan ini sempat meletupkan ancaman mogok dari sejumlah pemain, jika sang pelatih tak diganti, sebelum akhirnya berhasil diredahkan.

Djohar Arifin menyebut persoalan ini muncul akibat miskomunikasi akibat kekecewaan dari kekalahan itu. Namun Djohar - yang memegang sertifikat pelatih S3 -- mengingatkan agar semua pihak melakukan introspeksi, termasuk pelatih asal Belanda itu. "Karena dia orang Belanda, mungkin ngomong lepas," kata suami Marina Hutabarat ini. "Juga pemain harus instrospeksi," tambah Djohar, yang beberapa kali ditunjuk menjadi manajer timnas yunior dalam beberapa kali kejuaraan ini.

Terhadap kekalahan itu, sarjana pertanian perkebunan di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara ini, menganalisa, akibat kelelahan perjalanan panjang dari Bahrain dan Iran - dalam waktu yang begitu sempit. "Pemain kita harus 3 kali berangkat ke Arab, dan jarak permainan itu cuma 4 hari," keluhnya. Tetapi tambahnya cepat-cepat, walaupun kalah dua kali dari Bahrain dan Iran, Djohar menyebut prestasi timnas "termasuk bagus."

"Kita bisa mengalahkan Turkmenistan (di awal kualifikasi Pra Piala Dunia 2014), itu luar biasa," katanya seraya menambahkan, prestasi ini mirip timnas Indonesia paa Pra Piala Dunia 1986 lalu. Jadi, PSSI tetap mempertahankan Rijsbergen sebagai pelatih timnas? "Rijsbergen kita kontrak 2 tahun, dan Wim bukan pesulap, bukan sinterklas," tegas Djohar yang lahir dan masa kecilnya dihabiskan di Kota Langkat, Sumatera Utara.

Dan lebih dari itu, tambahnya, tidak ada satu pun anggota timnas yang meminta agar mantan bek tengah timnas Belanda di Piala Dunia 1974 itu diganti.

Riedl tidak berhasil
Setelah terpilih sebagai Ketua Umum PSSI, Djohar melakukan tindakan kontroversi, yaitu memecat Alfred Riedl, pelatih timnas yang namanya melambung saat Piala AFF tahun lalu. Dalam pemberitaan saat itu, pelatih asal Austria itu dipecat lantaran dianggap tidak pernah dikontrak secara resmi oleh PSSI.

Kontan saja, ketika itu timbul pertanyaan kenapa PSSI tidak memperpanjang kontrak itu secara resmi, apalagi kalangan awam menilai Riedl cukup berhasil.
Apa komentar Djohar? "Saya ingin bertanya kenapa ingin mempertahankan Riedl," katanya, balik bertanya. "Riedl tidak ada prestasi apapun di Indonesia. (Di tingkat) ASEAN dia tidak mampu mengangkat Indonesia juara. Begitu kita main di luar Indonesia, kita dihabisi Malaysia 3-0, skor yang sangat memalukan," kata Djohar, dengan kalimat agak meninggi. "Dan kemudian tim pra-olimpiade kita (diwakili timnas U-23), tidak lolos....Kita kalah oleh Turkmenistan," jelasnya.

Lebih dari itu, Djohan kemudian menyebut faktor X yang akhirnya membuat PSSI 'melepas' Riedl. "Tapi ini tidak akan saya angkat ke media...".

Tim berkesinambungan
Indonesia sejak dahulu dikenal banyak memiliki pemain muda berbakat, namun mereka tidak berkembang karena sistem pembinaan yang jelek. Djohar Arifin, melalui program utama PSSI, berjanji membenahi masalah ini, dengan cara "menyiapkan tim berkesinambungan."

Tahun depan, program itu akan mulai digulirkan. "Insya Allah, kita siapkan ada 6 tim sekaligus. Tidak boleh (cuma) ada 1 generasi seperti yang lalu-lalu," katanya meyakinkan. Untuk itu, selain tim senior, akan dibentuk tim usia di bawah 16 tahun, U-19, U-20, U-21, serta di bawah usia 23. "Nanti mereka dibawah satu direktur teknik," ungkap mantan pelatih timnas mahasiswa ke POM Asean 1994.

"Tim yang dibawah mempersiapkan apa yang diinginkan tim senior, sehingga ini berkesinambungan," paparnya. Sebagai target awal, Djohar mengharapkan timnas U-23 akan mampu meraih emas di Sea Games November nanti, yang digelar di Jakarta.

Adapun target jangka panjang adalah sudah mampu 'mendekati' Piala Dunia 2019 nanti. "Mungkin kita belum bisa masuk ke 32 tim (yang lolos ke putaran final piala dunia), tapi sudah mendekati ke arah sana," tambahnya. Ini dia tekankan, karena "kita tidak bisa instant dalam (mencetak) prestasi sepakbola. Kita harus ada tahapan-tahapan. Tahapan ini yang sedang kita siapkan."

Jika program tim berkesimbangunan ini berjalan, Djohan berharap, kasus pelatih timnas yunior bingung mencari pemain, tidak perlu terjadi lagi. "(Ada pelatih yang) ditugaskan ikut kejuaraan Piala Asean U-16, dan bingung cari pemain," ungkapnya, memberi contoh. Sang pelatih itu kemudian meminta bantuan berbagai pihak demi mendapatkan pemain. "Ini kan tidak bagus," tandasnya.

"Karena itu kita bangun sistem. Dengan adanya sentra-sentra (pembinaan sepakbola usia muda), maka kasus itu tak terulang lagi." Program lain yang menjadi obsesi Djohar adalah memperbanyak pelatih sepak bola di tingkat kecamatan hingga kampung, di seluruh Indonesia.

PSSI berencana menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah, melalui dana APDB, untuk menjaring pemain muda berbakat. "Hingga nanti setiap kampung mendapatkan pelatih yang mengerti teknik sepakbola, sehingga anak-anak kita mendapatkan latihan berlari, berlompat, bermain sepakbola dengan benar," paparnya.

Kompetisi amatir
Kepada Djohar Arifin, saya tanyakan: buat apa susah-susah menjaring dan membina pemain muda berbakat, kalau PSSI kemudian menaturalisasi pemain asing demi mendongkrak prestasi timnas? "Ini usaha jalan pintas, karena prestasi kita tidak terangkat-angkat," katanya, menyoal keputusan pengurus PSSI sebelumnya.

"Jadi ada usaha dari teman-teman masa lalu itu (pengurus PSSI di masa Nurdin Halid) mencari keturunan Indonesia yang ada di luar, untuk membela merah-putih, dan ini disambut, dan banyak yang melamar". Tetapi, "Ke depan, kita tidak lagi mencari atau mendatangi, sampai (mencari) kemana-mana," tegasnya.

Namun jika ada orang asing ingin menjadi WNI, menurutnya, Indonesia tidak bisa melarang. Apalagi kalau ternyata orang tersebut bakat dan berkualitas bermain sepak bola. "Jadi, mengapa tidak kita manfaatkan...," katanya.

Djohar sendiri yakin stok pemain lokal - dari Sabang sampai Merauke - lebih dari cukup. "Cuma kita belum mampu mencari. Belum terlihat kita," imbuh Djohar, yang pernah memperkuat PSL Langkat (1968-1969). Itulah sebabnya, katanya, model sistem kompetisi sepak bola di Indonesia ke depan, dibuat dua yaitu profesional dan amatir.

"Nah yang amatir ini, kita harapkan bisa menyentuh level bawah, ke kampung-kampung, sehingga nanti kita harapkan banyak pemain yang muncul," jelasnya. "Karena sistem kompetisi ini bisa menjangkau mereka." Djohar yang masih menyempatkan bermain bola ini mengharap agar setiap daerah menggelar semacam kejuaraan - mulai gubernur cup sampai camat cup. 

Menurutnya, melalui kejuaraan seperti inilah, pemain-pemain berbakat - yang tidak terdaftar di klub profesional - dapat ditemukan. "Jadi di luar itu kita dapat stok pemain. Ini yang kita pantau," jelasnya.

Kompetisi satu wilayah
Keinginan berbagai pihak agar format kompetisi dibagi dua berdasarkan wilayah, ternyata gagal direalisasikan PSSI. Hasil rapat Komite Eksekutif PSSI pada pertengahan September lalu, akhirnya memutuskan tetap satu wilayah. Djohar Arifin sendiri semula menginginkan, format kompetisi dibagi dua wilayah, yaitu Indonesia bagian timur dan barat.

"Kita ingin cost pertandingan kompetisi ini rendah, karena Indonesia ini luas sekali, very big country," kata Djohar. Alasan ini pula yang dia sampaikan perwakilan Asosiasi Sepak bola Asia (AFC). "Bayangkan luasnya, dari Aceh ke Papua. Kalau pesawat nonstop bisa menghabiskan waktu 8 jam, dan costnya tinggi," jelasnya. Namun gagasan ini akhirnya tidak terwujud, karena keputusan Kongres Bali dan Statuta PSSI menyatakan pelaksanaan kompetisi tetap satu wilayah.

"Jadi kita tak bisa melanggar keputusan kongres. Nanti kongres (yang akan datang) akan mengubahnya," katanya.

Sejak kecil suka sepak bola
Sejak masa kanak-kanak, Djohar sudah bersentuhan dengan sepak bola. Asal tidak menganggu sekolah dan mengaji, orang tuanya membebaskan Djohar kecil bermain bola. "Sekolah dari pagi sampai jam 1 siang, dan ngaji sampai jam 4 sore, dan selepas ngaji baru bermain bola," tutur Djohar, menceritakan masa kecilnya di Kota Langkat, kira-kira 60km dari Kota Medan, Sumatera Utara.

"Main bola itu sudah kenikmatan bagi saya," katanya seraya tertawa. Saat kuliah di Universitas Sumatra Utara, Djohar tetap menekuni sepak bola dengan masuk klub dan terpilih menjadi pemain PSMS Medan. "Di tahun 70-an itu, kita pernah jadi juara kompetisi nasional di Senayan," kenangnya.

Usai gantung sepatu, Djohar Arifin Husin terus menggeluti dunia sepak bola dan sempat menjadi pelatih, wasit nasional dan internasional, hingga diakui sebagai inspektur pertandingan internasional oleh FIFA. Kecintaannya pada sepak bola, akhirnya membuat keahliannya dalam bidang perencanaan kota dan wilayah, sepertinya 'tenggelam'.

Padahal, Djohar telah meraih gelar Doktor bidang perencanaan kota dan wilayah dari Universiti Malaya, Malaysia. "Jadi memang hobi saya melebihi karir pendidikan saya, walaupun saya ini doktor bidang perencanaan kota dan wilayah, tapi itu tenggelam dengan bola ini.. Ha-ha-ha..."

"Tapi di kampus, saya masih ikut membantu membimbing mahasiswa, juga di Malaysia, masih diminta jadi dosen pemeriksa disertasi phd, dan juga ikut menguji ujian doktor di Malaysia." "Tapi semenjak jadi Ketum PSSI, sekarang (mahasiswa) bukan bertanya, tapi minta foto... ha-ha-ha...,"tuturnya santai, sekalian menutup wawancara siang itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar