SPESIAL: Claudius Dipo Alam, Pemain Muda Indonesia Di Amerika Serikat Yang Siap Songsong Tingkat Lebih Tinggi

Inilah kisah perjuangan seorang anak bangsa di negeri Paman Sam...

Claudius Dipo Alam Diaspora pesepakbola Indonesia di luar negeri tidak hanya melulu harus berkisar di kawasan Eropa. Seperti yang dilakukan Dipo Alam, kancah di liga amatir Amerika Serikat pun diarunginya guna memupuk mimpi menjadi pesepakbola profesional.

Keinginan kuat Dipo menjadi pemain sepakbola sudah dimulai sejak dini. Mulai menggemari olahraga si kulit bulat saat berusia tujuh tahun dengan bergabung ke Merdeka Boys Football Association (MBFA), Dipo kemudian memperkuat tim AS-IOP di ajang Piala Specs serta DKI Jakarta di Liga Bogasari U-15.

Tahun 2005, Dipo mengikuti seleksi Indonesian Football Academy (IFA). Dari 1350 peserta yang mengikuti seleksi, lima pemain dari Jakarta terpilih berdasarkan penilaian pelatih (almarhum) Ronny Pattinasarany. Bakat Dipo memang mencorong untuk kelompok usianya dan menjadi salah satu dari 18 pemain yang terpilih IFA untuk kemudian sedianya dikirim berlatih ke akademi Ajax Amsterdam.

"Setelah itu tidak ada kontak tanpa alasan yang jelas. Jadi dari situ saya pergi ke luar negeri. Setelah stay empat bulan di mess pemain, tapi ternyata berhenti di tengah jalan," kata Dipo dalam sebuah percakapan via Skype dengan pemimpin redaksi GOAL.com Indonesia Bima Said.

"Saya pikir, memang kecewa karena tak jadi ke Belanda, tapi saat itu too good to be true juga. Antara percaya dan gak percaya apakah bisa main. Dari kecil punya impian untuk main di luar negeri, membela klub besar. Tiap hari saya ikut seleksi dari rumah di Kemayoran, Jakarta Utara, naik bus, naik motor. 

"Keluarga sudah bangga, bahkan saya sempat masuk TV. Dikasih uang saku. Kecewa, karena izin sekolah tiga bulan penuh dari jurusan IPA, sekolah sudah dikorbankan, mau fokus ke sepakbola maupun sekolah tapi susah," cerita pemain kelahiran 15 Februari 1989 ini.

Kekecewaan tidak menghambat semangat Dipo. Mengumpulkan tabungan dari sejumlah pekerjaan serabutan, putra ketiga pasangan Gustian Palindih dan Rosmawati Hasibuan ini menatap karier di luar negeri.

"Saya trial di klub lokal Heemstede melalui izin tinggal dua minggu," ujarnya.

"Pelatih di sana puas dan meminta saya mengurus visa untuk bisa lebih lama main di sini. Jadi saya pulang ke Indonesia untuk apply visa, tapi kemudian teman mengajak ke Amerika, sekalian untuk bersama-sama fokus meneruskan pendidikan sekaligus tidak ingin karier sepakbola terhenti, kami sama-sama mengurus visa ke Amerika Serikat. Lucunya, dia malah gak dapat visa, tapi saya dapat."

"Jadi di umur 17 tahun, saya merasa ini tantangan hidup, untuk mandiri, belajar sendiri dan mencari nafkah sendiri."

Di negara Paman Sam itu, Dipo meneruskan studi dengan berkuliah di Pasadena City College dengan jurusan Business Management. November 2006, Dipo mengikuti seleksi Chivas U-17. Namun, karena sudah memasuki usia 18 tahun, Dipo dikirim ke tim U-19 dan menjalani trial selama lima kali. Pelatih di sana memintanya menambah berat badan sampai hampir 15 kilogram untuk meningkatkan kemampuan.

"Saya harus ke gym dan butuh kurang lebih dua tahun untuk membentuk postur ideal yang diminta. Dari situ, saya ditunjuk mengikuti kompetisi U-23, yaitu Premier Development League (PDL). Banyak lulusan PDL yang ke MLS [Major League Soccer atau liga utama Amerika Serikat], bahkan Vedad Ibisevic dari TSG Hoffrnheim dan mantan pemain Manchester United Jonathan Spector adalah jebolan PDL. Saya lolos seleksi, sudah masuk tim, tapi kemudian terkendala masalah dana," sambungnya.

"Mereka akui sepakbola di AS bukan olahraga nomor satu, jadi berlatih lima kali seminggu, saya butuh perjalanan naik bus tiap hari dua jam untuk latihan. Padahal saya tetap kuliah. Mereka tidak bisa membiayai, solusinya saya harus ada green card yang juga bisa meringankan biaya kuliah, dan semuanya harus diurus sendiri."

"Jadi sambil mengurus green card, saya ikut liga amatir sambil fokus belajar. Sempat jadi tukang cuci piring di restoran Chinese, jadi waiter di restoran Jepang, pokoknya kerja keras untuk membiayai kuliah dan kebutuhan sehari-hari.

"Dari situ saya ikut kompetisi amatir dan bergabung dengan klub Turbo FC. Di sini saya membantu tim juara musim lalu dan jadi top scorer dengan 21 gol, termasuk dua gol di partai final untuk turnamen di California. Akhirnya saya terpilih sebagai MVP."

Tahun depan, Dipo berencana mengikuti seleksi program tahunan "One Shot One Goal", yang mengirimkan 23 pemain muda berlatih di Meksiko tahun ini. Berkat green card yang sudah dikantunginya, Dipo juga leluasa meneruskan karier sebagai pesepakbola. Ada beberapa kemungkinan lain yang dipikirkannya saat ini.

"Saya mungkin akan minta lagi untuk direkrut Legends FC di Premier Development League. Saya juga bisa trial ke Swedia, atau ke Cina. Waktu itu ada agen asal Cina yang memantau pemain-pemain di sini, salah satunya menawarkan main di Chinese Super League untuk memperkuat klub Guangzhou Pharmaceutical FC. Sekarang lagi diurus semuanya dan saya akan kontak agen itu untuk kepastiannya," tukasnya.



"Saya ingin melihat kesempatan manapun, saya akan mempertimbangkan semuanya. Saya ingin fokus buat diri sendiri dan banyak latihan, mengasah permainan. Sekarang bisa 100 persen siap, dan di manapun saya akan ambil kesempatan itu kalau sudah di depan mata."

Dipo juga tidak menutup kemungkinan berkiprah di tanah air.

"Klub Indonesia juga bisa dipertimbangkan. Saya mau main di manapun, saya di sini juga belajar tentang kehidupan. Tiap hari main bola sambil kuliah dan kerja. Saya sendiri, saya berpikir gimana mengatasi masalah dalam kerjaan, bagaimana tanggungjawab dalam studi," imbuhnya.

"Saya bersyukur, ini pengalaman hidup yang berharga. Sekarang saya 100 persen siap untuk melangkah ke tingkat yang lebih tinggi."

Dipo mengakui masih mengikuti perkembangan sepakbola nasional, termasuk perkembangan Syamsir Alam yang sudah dikenalnya sewaktu sama-sama memperkuat AS-IOP. Dipo berharap Alam sukses dengan kariernya di Peñarol saat ini sambil menitipkan pesan untuk meningkatkan kemampuan fisik, karena "susah hanya mengandalkan skill dan mengandalkan kecepatan dribble dalam sepakbola modern".

Sebagai pemain yang pernah mencicipi pengalaman bermain di Belanda dan Amerika Serikat, Dipo menyampaikan pesan yang gamblang kepada PSSI selaku otoritas sepakbola tertinggi nasional.

"Fokus ke pembinaan dan follow-up tanpa putus. Ide naturalisasi saya dukung karena mereka bisa bagi pengalaman, meski jangka panjang tidak begitu bagus. Harapan saya jangan sampai putus di tengah jalan dan saya dukung kalau PSSI melakukan program pembinaan dan kompetisi usia dini," sebutnya.

"Sebenarnya, kita tidak kalah jauh dengan pemain luar negeri. Di Belanda, sampai umur 18 tahun kita masih bisa bersaing. Di AS, U-17 main di Chivas tapi memasuki U-19 lain lagi, karena mereka lebih besar. Mereka benar-benar memperhatikan setiap pemain. AS-IOP jauh lebih bagus pembinaannya, tapi di AS mereka lebih berkesinambungan, setiap pemain diperhatikan."



BIODATA

Nama Lengkap

Claudius Dipo Alam

Tempat, Tanggal Lahir
Jakarta, 15 February 1989

Tinggi / Berat Badan
180 cm / 77 kg

SEPAKBOLA
Posisi
Gelandang, Penyerang

Pengalaman Sebelumnya
MBFA (2002-2004)
AS-IOP (2004-2006)
Persijatim U-15 Liga Bogasari DKI Jaya
Persijatim U-18 Liga Suratin DKI Jaya
IFA / Indonesia Football Academy (2005)
Chivas USA U-17
Chivas USA U-19 (trial)
Legends FC (Premier Development League)
Sueno MLS (try out)
LA Galaxy (2008, try out)

Klub Sekarang
Turbo FC

KELUARGA

Nama Ayah
Gustian Palindih

Nama Ibu
Rosmawati Hasibuan

Kakak-Kakak Kandung
Dirgantara Fasa Palindih
Samudra Persada Palindih

Adik Kandung
Dini Bestari Palindih

FAVORIT

Makanan
Nasi goreng, rendang

Musik
Gospel songs, R&B, Jazz

Film
Action, Comedy, Goal 1 & 2

Klub Sepakbola
Arsenal FC

Pemain Sepakbola
Dennis Bergkamp

Idola
Jesus Christ, Dennis Bergkamp
http://www.goal.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar